Kesaksian Pelayanan Mahasiswa

Tantangan dalam Pelayanan Mahasiswa

Tidak mudah menjadi mahasiswa di zaman ini. Berbagai pilihan dan kesempatan hidup terbuka luas di hadapan mereka. Kemajuan teknologi dan perkembangannya telah mereka nikmati bahkan sejak dalam kandungan. Namun, semua ini tidak serta  merta memudahkan mahasiswa menemukan makna hidupnya. Mereka kesulitan mencari tujuan dalam rutinitas sehari-harinya. Sementara “dicekoki” cerita-cerita sukses dari rekan atau influencer di lini masanya, mereka merasa tidak berdaya dan tidak berharga. Mereka kesakitan membangun relasi yang dalam dan jujur, baik di tengah keluarga, persahabatan, relasi lawan jenis, bahkan komunitas rohani sekali pun.  Mereka kelelahan menghadapi kekhawatiran hidup sehingga bagi mereka hal terbaik untuk menenangkan diri adalah mengisolasi komunikasi dan meng-“cancel” pihak-pihak yang mengusik. Kombinasi dari seluruh hal ini melahirkan sebuah angkatan mahasiswa yang bertekad tinggi namun rapuh, skeptis namun sulit memberi solusi,  serta ingin membuat perubahan namun bersikap pemberontak. Pertemukan mereka dengan kelompok-kelompok yang tidak peduli namun ingin memanfaatkan hidup mereka demi agendanya,  dan kita akan menemukan mahasiswa-mahasiswa yang “luka, sakit, disembelih, tersesat, hilang, terinjak-injak, dan terserak” (Yeh. 34:1-6).

Di saat yang sama, kita meyakini bahwa mahasiswa adalah rekan, pelayan, dan teman terbaik bagi rekan-rekan mahasiswa lainnya. Bukan hanya sebagai “ladang misi”,  mereka adalah “misionaris” terbaik di dalam Pelayanan mahasiswa! Karena itu, kita dipanggil (dan ditantang!)  untuk hadir di dalam keseharian dan hidup mereka: menjadi sahabat yang dapat dipercaya dan mengasihi dengan tulus, bukan hanya ingin terlibat dalam hidup mereka namun bersedia melibatkan mereka dalam hidup kita. Kita “tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepada mereka” (Kis. 20:27): mengajar, mendampingi, menguatkan, memperlengkapi, melatih,  bahkan menyediakan waktu dan kesempatan berulang bagi mereka untuk bertanya, ragu, atau bingung sekali pun. Demi mereka, kita juga dipanggil (dan ditantang sekali lagi!) untuk mengusahakan pengelolaan Pelayanan kita dengan baik: Bagaimana, sebagai komunitas, kita bias lebih ramah dan terbuka dengan mahasiswa dari berbagai latar dan kondisi?  Bagaimana evaluasi Pelayanan kita bukan hanya memperhatikan aspek pelayanan (the ministry) tetapi juga  sang pelayan (the minister) dengan lebih baik? Apakah ada cara-cara baru dan relevan untuk menyampaikan serta merayakan Kebenaran Kekal dan nilai-nilai penuh hikmat yang kita miliki sedari mula?

Raynaldi Philipus

(Staf Mahasiswa Jakarta)

Setahun terakhir bukanlah waktu yang mudah. Aku berusaha berbagi dan menyambung rasa dengan beberapa mahasiswa yang kesulitan berkuliah jarak jauh, baik karena kendala ekonomi, teknis (sinyal internet), atau kualitas pendidikan yang didapatnya. Namun, hal-hal demikian barulah “permukaan luar”. Aku tertegun (dan jujur, terkadang tawar hati!) ketika mendengar pergumulan mereka: kepahitan melihat sikap-sikap keluarga selama pandemi, kejatuhan dalam dosa-dosa yang semakin menyakitkan, keengganan untuk berelasi/bersekutu, rasa bosan, hampa, dan kosong yang tidak dapat diisi oleh istirahat, feeds, dan games sebanyak apa pun selama hari itu, kekecewaan dan rasa frustrasi karena adik-adik yang mereka layani “menghilang” begitu saja, kekhawatiran dan ketakutan mengenai kesehatan, studi, dan rencana-rencana ke depan yang melumpuhkan. Bagiku pribadi, ini berarti kesempatan untuk melayani lebih “sederhana”: membaca dan menghidupi Firman bersama mereka lebih perlahan, mendengarkan cerita mereka lebih intensional, mendoakan mereka lebih mendalam, memberi perhatian kepada mereka lebih nyata, mengajar dan memperlengkapi mereka lebih kreatif, dan akhirnya, berserah dan menyerah kepada Tuhan lebih sungguh!

Herdinata B.

(Mahasiswa Singaraja)

Saya adalah seorang Kristen dari kecil dan ikut pelayanan, tetapi hanya ikut melayani tanpa memiliki relasi dengan Tuhan. Pada saat  masuk kuliah saya dijangkau dan Puji Tuhan melalui hal tersebut saya mengenal Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat dalam hidupku. Saat ini saya sangat bersyukur ikut mengambil bagian dalam pelayanan mahasiswa. Banyak sekali tantangan yang dihadapi dalam pelayanan mahasiswa. Kondisi saat ini yang memaksa sebagian besar pelayanan dilakukan secara daring membawa dampak serius. Misalnya, mulai nampak kecenderungan adanya fenomena kesepian, kejenuhan, dan kehilangan harapan. Namun, meskipun ditengah-tengah kondisi saat ini, tidak menghentikan pelayanan. Di tengah kondisi pandemi saat ini juga sangat berdampak bagi saya sendiri dan berdampak juga untuk pelayanan. Sering kali dalam pikiran saya untuk berhenti ikut pelayanan karna kesulitan yang terjadi di masa pandemi yang saya alami dan tugas kuliah yang banyak. Hal tersebut seakan-akan menjadi alasan kuat untuk tidak terlibat dalam pelayanan. Tetapi saya bersyukur, kembali lagi diingatkan Tuhan supaya tidak mengandalkan diri sendiri dalam melakukan pelayanan yang Tuhan percayakan. Melalui kehadiran orang-orang percaya di sekeliling ku membuat aku lebih mengerti untuk mengandalkan Tuhan dalam setiap melakukan pelayanan yang ada. Walaupun banyak tantangan dari dalam diri saya sendiri, tetapi saya bersyukur masih diingatkan supaya tetap terlibat dalam pelayanan dan jangan mengandalkan diri sendiri tetapi selalu berserah dan selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap aspek hidupku.

Penginjilan dan Pemuridan di Dunia Mahasiswa

Pandemi Covid-19 mengubah fokus teritorial penginjilan, yang sebelumnya penginjilan difokuskan berdasarkan letak geografis kampus menjadi penginjilan melalui sosial media/Online. Namun pandemi atau kehidupan yang serba daring tidak dapat menghentikan kegerakan Injil, Injil yang adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan terus menjangkau dan memuridkan banyak jiwa. Injil tidak boleh berhenti di sini. Injil harus terus diberitakan meskipun situasi tidak mudah. Ya memang membutuhkan keseriusan sekaligus perjuangan yang tak henti-hentinya karena untuk mengubah hati seseorang diperlukan semangat juang yang mengandalkan Roh Kudus. Penginjilan di kalangan mahasiswa harus terus ada dan diupayakan karena bagaimana mungkin kita bisa menghasilkan pemimpin yang takut akan Tuhan jika hidupnya tidak diperbaharui terlebih dahulu oleh Roh Kudus. Karena itu Injil harus hadir dikalangan mahasiswa. Di kampus kita menemukan banyak mahasiswa yang berasal dari suku yang berbeda, yang belum pernah mendengarkan Injil. Ini sebuah kesempatan emas bagi kita. Mereka datang kepada kita. Mendekat kepada kita.

Namun apakah cukup berhenti sampai mahasiswa mendengarkan Injil? Setelah Injil diberitakan, pemuridan harus terjadi. Pemuridan tidak dapat dipisahkan dari penginjilan. Orang-orang yang telah menjadi percaya, harus dimuridkan. Tidak cukup hanya diinjili. Orang-orang yang baru menerima injil, ibarat seperti ‘bayi-bayi rohani’. Mereka membutuhkan ‘makanan rohani’ untuk pertumbuhan kerohanian mereka. Namun sama halnya dengan penginjilan, pemuridan pun memiliki tantangannya tersendiri. Karakter orang-orang yang dilayani, sangat beragam. Pertumbuhan iman mereka pun, berbeda-beda. Bahkan terkadang kita menemukan kondisi, orang-orang yang sudah dimuridkan bertahun-tahun, imannya goyah sampai mereka meninggalkan imannya. Untuk itu, kita harus tetap teguh berpegang pada Kristus. Seperti yang Paulus katakan dalam 1 Korintus 15:58, “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”. Biarlah Firman Tuhan yang selalu menerangi hati kita. Sehingga kita mampu menghadapi setiap tantangan ketika memberitakan injil dan memuridkan.

Bonan

(Staf Mahasiswa Surabaya)

Salah satu kisah penginjilan pribadi yang Tuhan izinkan kepada saya dan AKK untuk menjangkau “mahasiswa yang belum percaya” sejak lama telah mencari kebenaran, “Pindah-pindah agama” bukanlah hal yang mengherankan bagi dia. Kegerakan penginjilan ini diinisiasi oleh adik kelompok yang memulai chat untuk menanyakan kabar, menjalin persahabatan yang lebih dalam untuk mengetahui apa yang sedang ia gumulkan. Long story short AKK memperkenalkan mahasiswa ini kepada saya via zoom. Melalui curiositynya terhadap agama, kami melihat pintu masuk bagi pesan Injil, untuk menunjukkan kekayaan dan keindahan iman kristen yang sedang ia pertimbangkan. Injil kami beritakan secara jelas tanpa malu dan canggung, percakapan yang dinamis, karena kami sudah mengenali pergumulannya, sejak lama ia sudah mempertimbangkan “Yesus Kristus”. Diakhir percakapan, ia mengatakan “saya akan menggumulkan semua pesan yang sudah dijelaskan”. Tidak mudah untuk membuka hati seseorang dan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Kami terus menjalin persahabatan, berkomunikasi via chat dan terus membawa dia didalam Doa. Tanggal 2 april adalah percakapan online selanjutnya saya dengan mahasiswa tersebut, ia bertanya makna telur paskah, kematian, kebangkitan, serta kenaikan Yesus Kristus, ia mencari tahu makna semua itu karena ia sedang berbagi tentang iman kristen yang ia pahami kepada temannya yang juga belum percaya kepada Kristus. Syukur kepada Allah dampak nyata dari pemberitaan injil tersebut telah kelihatan ketika ia rindu untuk berbagi Iman Kristen dengan teman-teman dilingkungannya. Saat ini ia memiliki kerinduan untuk belajar lebih dalam tentang iman Kristen untuk bisa dipertanggungjawabkan. Berdoa agar Tuhan memberikan pertumbuhan iman dan dia dapat menjadi saksi Kristus di lingkungannya.

Evitha Petsea Tandilolo

(Mahasiswa Makasar)

PI dan Pemuridan di kalangan mahasiswa adalah bagian yang akan terus aku kerjakan dalam hidupku setelah aku lahir baru. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa dalam mengerjakannya aku pun mengalami jatuh bangun. Hal yang sering terjadi adalah perasaan jenuh dan “merasa” kekurangan waktu. Padahal seharusnya aku mengerjakannya dengan sukacita dan tidak berat hati. Kadang, ada juga masa dimana aku sulit memahami karakter dan kemauan dari AKKku sendiri sehingga itu membuat kami tidak begitu dekat. Belum lagi saat melakukan PI kepada teman-teman yang lain, aku sudah berpikir bahwa mereka pasti akan menjaga jarak denganku. Tapi kenyataannya itu tidak terjadi, malah mereka tetap berteman baik denganku hingga sekarang. Setelah aku merenungkan, apa pun yang terjadi, Ia akan terus menyertai kita. Apalagi ketika kita menjalani panggilan-Nya. Sama seperti janji Tuhan Yesus di dalam Mat. 28:20b. Masalah apa pun yang kita hadapi entah dengan AKK ataupun teman-teman yang lain tak akan mampu menghalangi pekerjaan Allah atas mereka. Inilah yang membuatku kuat untuk terus mengerjakan bagian yang telah Allah berikan padaku. Tetap semangat untuk memberitakan kabar baik dan membagi hidup kepada mereka!

Perjumpaan Mahasiswa dengan Kristus dalam sebuah Pelayanan

Berjumpa dengan Kristus dan mengalami perubahan serta menjalani hidup yang baru bebas dari pergumulan persoalan itu lah yang dirindukan oleh kita semua. Namun realitas yang seringkali didapati menunjukkan sebuah kenyataan bahwa hidup itu penuh perjuangan untuk meyakini sebuah hal yang paling mendasar bahwa segala sesuatu tidak ada artinya selain Kristus dan segala sesuatu dilakukan hanya untuk Kristus. Untuk menemukan mahasiswa sampai dititik ini bukanlah hal sederhana, perlu doa, kesungguhan dan sekaligus pendampingan. Jatuh bangun dalam menjalani panggilan-Nya banyak dialami oleh mahasiswa terlebih mereka yang dasar imannya hanya sebatas pengetahuan ataupun tradisi. Membuat mahasiswa sampai menyerahkan diri untuk melayani ketika melihat temannya bersenang-senang, membuat mahasiswa bertekun dalam Firman ketika temannya berpesta pora ataupun membuat mahasiswa bermurah hati ketika temannya hanya menghabiskan semuanya untuk diri hanya dimungkinkan ketika Kristus menjadi Tuhan atas hidup mereka.

Pada akhirnya seseorang yang terpanggil dan memberi diri dalam sebuah pelayanan, tentulah dia sudah mengalami secara pribadi perjumpaannya dengan Kristus sehingga dia terbuka akan panggilan itu dan siap dengan peranannya dalam sebuah pelayanan. Namun pelayanan yang dikerjakan harusnya juga membentuk seseorang, dalam artian seseorang itu merasakan dampak dari sebuah pelayanan yang dia kerjakan. Pelayanan juga seharusnya membawa seseorang kepada sebuah pertumbuhan yang terus mengajarkannya untuk bergantung kepada Allah ketika dia harus berhadapan dengan suatu tantangan, entah itu dari dalam dirinya sendiri atau dari kondisi pelayanan yang dihadapi. Dengan terus bergantung dan memandang kepada Allah sendiri, itulah yang akan menjagai dan membangun setiap anggota-anggota yang ada dalam sebuah pelayanan.

Nova

(Staf Mahasiswa Balige)

Mendampingi mahasiswa bagiku adalah berjalan bersama dengan mereka dan berbagi hidup dengan mereka. Berjalan bersama mahasiswa yang bergumul menemukan jati dirinya dan bersama sama mencari dan mengenal Siapa Tuhan dalam perjalanan ini. Mahasiswa yang pernah mengalami pelecehan seksual dari orang dekatnya, dan merasa bahwa dia tak lagi berharga dan tak lagi pantas untuk berhadapan dengan Tuhan. Menangis bersama dia yang mempertanyakan di mana Tuhan saat semua itu terjadi. Berdoa bersama-sama, mohon ampun kepada Tuhan karena meragukan kehadiran dan kasih sayang-Nya. Dan sama-sama belajar dari Firman-Nya, siapa dia dan aku dalam pandangan Tuhan. Aku bersyukur dan sangat terhibur melihat bagaimana dia sekarang bergumul agar dalam setiap hal yang dia kerjakan adalah untuk menyenangkan Tuhan dan untuk menceritakan bahwa Tuhan baik. Aku terkagum-kagum setiap kali melihat dia melayani dan berkata: “buat Tuhan harus yang terbaik”

Isa Karuniawati

(Mahasiswa Yogyakarta)

Melayani berarti adanya seorang pelayan yang siap melakukan pekerjaannya untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab terhadap orang lain yang berkedudukan lebih tinggi dari dirinya. Namun, sebagai mahasiswa, saya tidak menganggap bahwa melayani Tuhan di pelayanan mahasiswa seperti pelayanan yang dikerjakan hamba kepada tuannya. Saya melayani sebagai wujud ucapan syukur saya kepada Tuhan karena Dia selalu ada bersama saya. Bukan berarti seluruh keinginan saya selalu terpenuhi seutuhnya. Saya hanya merasakan bahwa Tuhan di samping saya, baik dalam kondisi susah maupun senang. Dia adalah sahabat terdekat saya. Kasih-Nya terlalu dalam bagi saya. Namun, tak sedikit pun, Ia menuntut saya untuk membalas jasa-Nya yang terlalu berharga. Ia hanya ingin saya percaya pada penebusan dosa-dosa yang sudah Ia tanggung di kayu salib demi dosa yang saya perbuat. Dengan bersyukur setiap hari yang terus saya upayakan untuk melakukannya, merupakan wujud untuk memberikan persembahan harum bagi-Nya. Selagi masih diberi kesempatan di dunia, saya ingin mempergunakan waktu sebaik mungkin bagi Tuhan dan sesama. Jika hidup hanya untuk melayani kepuasan diri sendiri, untuk apa kita dilahirkan di dunia ini? Jika hidup hanya untuk bersenang-senang, untuk apa diciptakan kata sedih dan derai air mata?

Mahasiswa, generasi penting bagi masa depan dan juga sekaligus generasi bagi masa kini. Melayani mahasiswa adalah panggilan mulia dari Sang Pencipta, sebuah pelayanan yang mempersiapkan masa kini dan masa depan gereja, masyarakat, bangsa dan dunia. Sampai kapan pun mahasiswa membutuhkan Injil Kristus, karena itu Perkantas akan terus ada dan ada untuk menghadirkan Kristus bagi mahasiswa. Tantangan mungkin tidak lebih mudah, namun semua itu tidak akan menghentikan pelayanan bagi mahasiswa untuk memperjumpakan mereka dengan Kristus dan menjadikan murid Kristus yang mengerjakan misi-Nya. Tuhan Yesus memberkati kita semua.